Breaking News

HORIZON JU'MAT: Esensi Khalwat dan ‘Uzlah

(Ilustrasi) 

Oleh: Ustadz Muklish

Tentang ini telah diterangkan dalam kitab Risalah Qusyairiyah bahwa: Menyendiri dari pengaruh duniawi (Khalwat) adalah sifat orang-orang suci. Sedangkan mengasingkan diri (‘Uzlah) adalah pertanda orang yang berwushul kepada-Nya. 

Berpraktik memisahkan diri dari manusia (social distancing) sangat diperlukan bagi para salik atau penuntut ilmu tasyawuf pada tahap awal kondisi ruhaninya, dan selanjutnya mengasingkan diri pada akhir kondisi ruhani, karena telah mencapai keakraban sukacita ruhani. Tindakan ini bukan termasuk yang menghindar (social distancing) dari penomena wabah pandemis.

Menghindar di sini, layaknya sikap seseorang manakala memutuskan untuk membatasi diri dari manusia ramai, karena ia meyakini bahwa dengan mengasing begitu khalayak akan terhindar dari kejahatan dirinya, bukan menganggap bahwa ia yang terhindar dari kejahatan khalayak. 

Perlu diketahui, praktik ber-Khalwat bukan karena memiliki sikap seseorang memandang rendah dirinya sendiri.  Dan praktik ber'Uzlah bukan berarti seseorang merasa bahwa dirinya lebih baik dari banyak orang.

Sesungguhnya, orang yang mengganggap dirinya tidak berharga itu adalah adalah kelakuan rendah diri, ini kontra esensi Khalwat. Dan orang yang menganggap dirinya lebih berharga ketimbang orang lain, adalah sikap takabur alias kontra esensi 'Uzlah.

Di bawah ini ada beberapa kisah pendek yang berkaitan dengan Khalwat dan 'Uzlah, semoga ada hikmahnya:

1. Seseorang melihat seorang rahib dan berkata kepadanya, “Anda seorang rahib?,” Ia menjawab : “Bukan, aku adalah anjing penjaga. Jiwaku adalah seekor anjing yang menyerang umat manusia. Aku telah menjauhkannya dari mereka supaya mereka aman.”

2. Seseorang lewat di hadapan syeikh yang shaleh. Sementara syeikh itu bergegas merapatkan jubahnya supaya tidak bersentuhan dengan pakaian orang tersebut.

 Orang tersebut bertanya: “Mengapa Anda menarik jubah Anda?” Pakaian saya tidak kotor.” Sang Syeikh menjawab: “Dugaan Anda salah. Saya menarik jubah supaya tidak menyentuh pakaian Anda karena jubah saya kotor, kalau tidak, jubah saya pasti mengotori pakaian Anda. Jadi bukan karena saya bermaksud menjaga jubah saya supaya tidak kotor.”

Untuk dapat ber-'Uzlah dengan syaratnya, yang terpenting seseorang harus memiliki pengetahuan agama untuk memantapkan tauhidnya, agar tidak tergiur bisikan-bisikan setan. Ia juga harus berbekal ilmu syariat dan syarat kewajibannya, agar segala urusannya berada di atas dasar yang kokoh. 

Sesungguhnya, esensi ‘Uzlah adalah menjauhi sifat-sifat hina, mengubah sifat hina tersebut bukannya menjauhkan diri lewat jarak dan ruang, tetapi berupaya membenahi perilaku jiwa raga dari sikap dan sifat tercela. Itulah sebabnya mengapa lahir pertanyaan:

“Siapakah orang ‘arif itu?” Mereka menjawab: “Orang yang ada dan yang jelas, yakni ada bersama makhluk, namun qalbunya jauh dari sifat dan sikap mereka, rahasianya penuh dengan kasih sayang.”

Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq RA berkata : “Aku memakai pakaian sebagaimana orang banyak memakaianya, makan makanan yang seperti mereka makan. Namun aku menyendiri dari mereka dalam rahasia.”. 

Dan beliau berkata lagi:

“Ada orang yang datang kepadaku dan bertanya, ‘engkau datang dari jarak yang jauh?”

Saya menjawabnya, "Pembicaraan ini bukannya peristiwa bepergian dengan jarak dan ukuran perjalanan. Berpisahlah dari diri Anda sendiri dalam satu langkah saja, dan Anda pasti mencapai tujuan Anda.”

Berkait hal ini Abu Yazid mengatakan : “Aku melihat Tuhan dalam mimpi, lalu aku bertanya : “Bagaimana aku mesti menjumpai-Mu?” Tuhan menjawab : “Tinggalkan dirimu dan kemarilah.”

Abu Utsman al-Maghriby berkomentar: “Adalah wajar bagi seseorang yang memutus memisahkan diri dari kesertaan bersama sesamanya supaya bebas dari segala jenis pengingatan, kecuali pengingatan kepada Tuhan, terbebas dari semua hawa nafsu kecuali keinginan mencari ridha Tuhan, dan terbebas dari tuntutan diri akan segala unsur duniawi. Apabila tidak demikian, maka tindakan berkhalwatnya hanya akan melemparkannya ke dalam cobaan penuh petaka.”

Dikatakan bahwa menyendiri dalam Khalwat sangat dekat pada ketenangan jiwa.

Seseoarng mengunjungi Abu Bakr al-Warraq, dan sewaktu akan pulang, ia berkata: “Saya telah menemukan yang terbaik dari dunia dan akhirat dalam khalwat dan kemiskinan, dan saya telah menemukan yang terjelek dari keduanya (dunia dan akhirat) dalam pergaulan dengan manusia dan kemewahan. 

Dalam kisah lain, saat ditanya tentang ‘Uzlah, Abu Muhammad al-Jurairy menjawab: “’Uzlah adalah Anda masuk ke dalam kumpulan orang banyak, sembari menjaga bathin Anda supaya tidak diharu-biru oleh mereka. Anda menjauhkan diri dari dosa-dosa, dan bathin anda berhubungan dengan al-Haq.”

Sementara Dzun Nuun al-Mishry mengatakan: “Aku tidak menemukan sesuatu hal pun yang lebih baik yang dapat melahirkan keikhlasan selain kahlwat.”

Dan tentang 'Uzlah, salah seorang Sufi pernah ditanya Dzun: “Kapan ‘uzlah yang tepat bagi diriku?” Ia menjawab : “Ketika Anda sanggup memisahkan diri Anda dari diri Anda sendiri.” 

Abu Abdullah ar-Ramly bekata: “Gantilah sahabat Anda dengan khalwat, makanan Anda adalah lapar, dan ucapan Anda menjadi munajat. Maka Anda akan mati atau mencapai Allah Swt.”

Petikan lainnya, Al-Junayd berkata “Kesulitan dalam ‘uzlah lebih mudah di atasi ketimbang kesenangan berada bersama orang lain.” .

Makhul asy-Syaami mengatakan: “Memang bergaul dengan sesama manusia ada baiknya, tetapi ada rasa aman dalam ‘uzlah.

Sa’id bin Harb mengatakan: “Aku berangkat menemui Malik Bin Mas’ud di Kufah, dan ia sendirian di dalam rumahnya. Aku bertanya, “Apakah Anda tidak merasa takut sendirian?” Ia menjawab : “Aku tidak menganggap bahwa seseorang yang bersama Allah Swt. adalah ketakutan.”

Al-Junayd berkata: “Barangsiapa menginginkan agamanya sehat dan raga serta jiwanya tenteram, lebih baik ia memisahkan diri dari orang ramai. Sesungguhnya zaman yang penuh ketakutan, dan orang yang bijak adalah yang memiliki kesendiriannya.”

Abu Ya’qub as-Susy mengatakan: “Hanya orang-orang yang sangat kuat sajalah yang harus menyendiri. Akan halnya orang-orang seperti kita, bergaul dengan orang banyak lebih menguntungkan.”

Kisah lainnya, seseorang menemui Syu’aib bin Harb, yang bertanya: “Mengapa Anda ke sini?” Orang tersebut menjawab : “Wahai sahabatku! Sesungguhnya ibadat tidaklah lestari lewat bergabung dengan yang lain. Seseorang yang belum menjalin kemesraan dengan Allah Swt, tidak akan menjadi mesra dengan apa-pun.”

Seseorang ditanya: “Hal mengagumkan apakah yang telah Anda temukan dalam perjalanan Anda?” Ia menjawab : “AlKhidhr menjumpaiku dan ia ingin menyertaiku. Aku khawatir ia mengacaukan tawakalku kepada Allah Swt.”

Pernah pula ditanyakan kepada Ibnul Mubarrak : “Apakah obat bagi hati yang sakit?” Ia menjawab : “Berjumpa dengan sesama manusia sejarang mungkin.”

Dikatakan : “Apabila Tuhan hendak memindahkan hamba-Nya dari kehinaan kekafiran menuju kemuliaan ketaatan, Dia menjadikannya intim dengan kesendirian, kaya dalam kesederhanaan, dan mampu melihat kekurangan dirinya. Barangsiapa telah dianugerahi semua ini berarti telah mendapatkan yang terbaik dari dunia dan akhirat.”

Semoga kita dianugrahi makna terdalam dari giat Khalwat dan 'Uzlah, tanpa harus lari menghindar secara lahir dari bergaul dengan manusia pun makhluk lainnya dalam upaya hablum minallah wahablum minannas. Aamiin. Walahu'alambishawabi ***

- Penulis adalah pemerhati dunia tasyawuf dan pegiat Falaqiyah, tinggal di Banten Selatan

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close