Breaking News

Harga Kedelai Meroket, Program Upsus Pajale Dinilai Gagal

Foto: Pedagang tempe dan tahu di Malingping. | Doc. LineNews.id 

LEBAK, LineNews.id - Keberadaan harga kedelai yang melambung tinggi sekarang ini telah membuat produsen tahu dan tempe merugi, bahkan beberapa menghentikan aktivitas produksinya. Hal ini membuat warga menilai, program Upaya Khusus Padi, Jagung dan Kedelai (Upsus Pajale) gagal dalam implementasinya.     

Disebutkan, Upsus Pajale merupakan program pemerintah melalui Kementerian Pertanian dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03/Permentan/OT.140/2/2015 Tahun 2015, sebagai upaya khusus untuk swasembada pangan dari Pemerintahan Presiden Jokowi. 

Namun implementasinya, program tersebut terkendala karena para petani hanya berminat pada tanaman padi saja, sedangkan kedelai dan jagung kurang diminati, beberapa alasan petani menganggap harga jual kedelai dan jagung terlalu rendah. Pemerintah pun masih melakukan impor kedelai, oleh karena itu, program Pajale masih dianggap gagal.       

Sebagaimana diungkapkan pegiat sosial di Lebak, Uce Saepudin yang kerap disapa Buchek ini menyebut program Upsus Pajale dianggap gagal, sehingga harga kedelai kini meroket tinggi.      

"Upsus Pajale bukan hanya padi saja, tetapi ada kedelai dan jagung sebagai upaya pemerintah masa Presiden Jokowi yang memberi target kepada Kementerian Pertanian 3 tahun untuk swasembada pangan, namun melihat kenyataannya kedelai didapat dari impor dan harganya melambung tinggi, kami anggap program tersebut gagal," ujar Buchek dakam rilisnya kepada LineNews.id, Kamis (07/01)     

Tidak hanya itu, dirinya juga menganggap menteri pertanian telah memberatkan petani dengan kebijakan kartu tani, selain gagal dalam menerapkan kebijakan Upsus Pajale, kebijakan kartu tani pun implementasinya menuai polemik di para petani.       

"Upsus Pajale dilakukan 3 tahun dari 2015, bahkan sekarang sudah 2021, kenyataannya untuk kedelai impor dan harganya melambung tinggi, dan untuk padi pun, kenyataannya petani diberatkan dengan kebijakan kartu tani, sehingga kesulitan pupuk bersubsidi dan menimbulkan polemik ditataran bawah, kalau bisa Permentan terkait kartu tani di revisi atau di evaluasi," ungkap lulusan FISIP Unma Banten itu menjelaskan.        

Sementara terkait polemik kelangkaan kedelai tersebut, Korwil Pertanian Kecamatan Malingping, Ira Heryani justru menjelaskan program Pajale masih berjalan normal.       

"Program Pajale sudah diperbaharui dan diperpanjang untuk Tahun 2021, mengenai kendala, kedelai memang di Tahun 2020 sempat dihentikan akibat refocoussing anggaran ke Covid-19, selain itu kendala lainnya petani di sini memang kurang berminat terhadap kedelai akibat tidak ada jaminan harga pasarnya," tutur Ira Heryani. 

Adapun terkait tidak berjalannya program tanam kedelai oleh petani di Baksel, secara terpisah, Petugas Pengendali Organisme Tumbuhan (POPT) Malingping, Rohmat menutur perlunya peran pemerintah menjamin produksi kedelai dan harga pasarnya.       

"Sebenarnya petani di sini kurang berminat karena ketika kedelai panen, tidak ada jaminan terhadap hasil panen dan harganya. Kiranya kalau bisa ada MoU stakeholder dengan para petani, jadi ketika panen, kedelai bisa langsung dibeli dan harganya dijamin, karena hal ini tidak ada, maka petani lebih memilih padi, sederhananya walaupun tidak terjual, kalau padi dapat dikonsumsi oleh pribadi," paparnya.(Reg/HR/RAd)

0 Komentar

Posting Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close